Setelah kalian membaca artikel mengenai “apa yang dimaksud dengan prerequisite program dalam sistem HACCP” (baca di sini) dan juga artikel berjudul “apa itu SNI CAC/RCP 1:2011” (baca di sini). Saya akan menjelaskan lebih lanjut terkait posisi PRP dalam sistem HACCP.
Untuk mempermudah pemahaman terkait posisi PRP dalam HACCP akan saya ilustrasikan dalam gambar berikut:
Jika dilihat dari gambar disamping, hubungan antara sistem HACCP dengan prerequisite program digambarkan seperti sebuah piramid. PRP berada di dasar piramid sedangkan HACCP di bagian atas.
Maksudnya dari posisi tersebut mengambarkan bahwa PRP merupakan hal dasar/persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh organisasi ketika ingin menerapkan sistem HACCP. Saya contohkan PRP itu sebagai pondasi dan badan rumah, sedangkan untuk HACCP nya adalah atap dari rumah tersebut. Jadi bisa dibayangkan, ketika pondasi dan badannya tidak kuat maka bisa dipastikan atapnya akan roboh, atau dengan kata lain, jika PRP suatu perusahaan jelek, maka akan berpengaruh terhadap penerapan sistem HACCP diperusahaan tersebut.
Pada artikel “apa itu SNI CAC/RCP 1:2011” (baca di sini), sudah saya jelaskan bahwa pada standar SNI tersebut PRP diatur pada bagian I sampai dengan bagian X. Nah, untuk lebih jelasnya lagi saya gambarnya sebagai berikut:
Coba kita andaikan gambar disamping ini sebagai penerapan sistem HACCP. Andaikan kedua anak tersebut adalah pegawai restauran atau operator dalam fasilitas produksi kita yang sedang memasak pizza. Yang masuk ke dalam lingkup PRP adalah kedua anak tersebut, higiene personil dari kedua anak tersebut, peralatan yang digunakan memasak (talenan, pisau, pengorengan, dll), kualitas udara pada saat memasak, kemudian ada lalat/hama di sekitar penanganan pangan, air yang digunakan untuk mencuci tangan maupun bahan baku, limbah yang dihasilkan, dan lain-lain. Sedangkan HACCP nya adalah prosesnya, proses penerimaan bahan baku, proses pemilihan/sortasi, proses pemasakan sampai proses penyajian dan pengiriman kepada konsumen. Jadi kenapa dalam HACCP terdapat istilah CCP (critical control point) karena dalam HACCP dilakukan analisa, mana proses yang kritis sehingga perlu dipantau, dilakukan koreksi jika menyimpang dan diverifikasi untuk memastikan bahwa sistem tetap berjalan. Bagaimana jika hal-hal tersebut tidak berjalan? Bisa jadi bahaya sampai ke konsumen yang menyebabkan pangan tersebut tidak aman untuk dikonsumsi.
Jika kalian bisa membedakan posisi PRP dan HACCP dari penjelasan singkat di atas, maka kalian pasti akan merasa aneh ketika suatu CCP di perusahaan bukan terletak pada tahapan prosesnya atau bahaya yang disebabkan dari proses yang dianalisa tersebut. Sebagai contoh, tahapan pasteurisasi merupakan CCP karena jika suhu dan waktu tidak tercapai, maka ada kemungkinan bahaya mikrobiologi masuk ke langkah berikutnya bahkan sampai ke konsumen. Tetapi ada perusahaan yang mengidentifikasi proses penyimpanan sebagai CCP, bukan karena bahayanya terjadi karena kurangnya pemantauan suhu dan waktu, tetapi karena bahaya “tikus” misalnya.
Lalu apa yang salah dengan proses penyimpanan dengan bahaya tikus yang menjadi CCP? Jika kalian perhatian, tikus merupakan bahaya yang harus dikendalikan oleh PRP karena dia masuk kedalam klausul pengendalian hama. Jadi jika perusahaan kalian mendapati tikus sebagai CCP, perbaiki kembali PRP-nya. Jangan sampai sesuatu yang diatur oleh PRP menjadi CCP pada sistem HACCP, hal ini secara tidak langsung mengambarkan bahwa PRP di perusahaan kalian belum sesuai sebagai pondasi sistem HACCP.
Oke, bagaimana dengan penjelasan di atas, semoga teman-teman mengerti. Jika tidak mengerti silahkan bertanya lebih lanjut kepada saya.
-salam food safety–
Leave a Comment